Krakatau (813 mdpl), -english Krakatoa adalah sebuah kepulauan vulkanik yang masih aktif hingga saat ini. Sejarah letusan yang pernah terjadi pada tahun 1883 tercatat dalam Guinees Book of Record sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam sejarah, dan menurut catatan para peneliti, bersama ledakan Gunung Tambora (1815), Krakatau mencatatkan Nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. Berada di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, Krakatau sudah menjadi milik dunia karena setidaknya terdapat tiga judul filem yang diciptakan oleh para sineas dunia barat untuk menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi pada Gunung berapi itu.
Sekilas Sejarah Gunung Krakatau
Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Rakata yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.
Satu-satunya kesaksian tentang kedahsyatan dan dampak dari letusan Gunung Krakatau ditulis dengan Judul Syair Lampung Karam. Tetapi pada edisi-edisi berikutnya terdapat variasi pada judul tersebut. Dan syair itu ditulis oleh seorang pribumi dengan nama Mohammad Saleh.
Musim Kemarau, adalah saat yang tepat untuk menikmatinya
Krakatau menempati jajaran Tujuh Keajaiban dari Banten (Seven Wonders of Banten), bersama dengan Ujung Kulon, Sunset di Selat Sunda, P. Sanghyang, P. Sebesi, Suku Baduy, dan Situs Arkeologi Banten Lama. Menuju Gunung Krakatau sangat tepat jika memilih musim kemarau untuk menikmati keindahan gunung dan pesonanya.
Peta Krakatau
Memilih bulan antara Mei hingga September, saat matahari jauh dari awan mendung, cuaca bersih cemerlang dan yang lebih penting lagi gelombang serta arus laut tidak begitu bergelora. Situasi gelombang menjadi perhitungan utama karena menuju lokasi ini harus menyewa kapal, sehingga sebaiknya anda juga bisa berenang. Kemampuan berenang bukan saja untuk menghadapi situasi darurat tapi juga memungkinkan untuk melakukan aktifitas dan berbagai kegiatan rekreasi alam lainnya. Selam, renang, snorkling bisa dilakukan sambil menikmati matahari terbenam.
Petualangan di Gunung Berapi ini bisa Anda mulai dengan mendirikan tenda di kaki gunung Anak Krakatau atau biasa pula dikenal dan disebut pulau Rakata. Dari titik ini Anda bisa mulai dengan beraktifitas dengan Air Laut seperti berenang, menyelam atau snorkeling. Sedangkan untuk aktifitas kering (darat), Anda bisa melakukan tracking mengelilingi pulau Rakata, atau juga jika menyempatkan untuk repot membawa sepeda gunung, aktifitas darat anda akan lebih ceria dengan keringat.
Untuk aktifitas tracking, sebaiknya tidak dilakukan sampai melewati matahari terbenam. Ini semata untuk menghindari air pasang sehingga Anda tidak terjebak di suatu tempat dan tidak bisa kembali ke tempat Anda mendirikan tenda. Karena sangat berbahaya, bila Anda memilih acara pendakian menuju puncak Krakatau, Anda perlu mengantongi Ijin Khusus dari Dirjen Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA), Departemen Kehutanan, supaya bisa mendapatkan pendamping (guide) dan penunjuk jalan yang bisa diandalkan dan mengenal medan.
Menuju Gunung Krakatau
Dim lights
Letusan Kecil Gunung Krakatau, Sejarah dahsyat tentang Letusan Krakatau yang terungkap melalui Syair Lampung Karam
Secara administratif, pulau bergunung api di Selat Sunda ini sebenarnya masuk dalam wilayah Provinsi Lampung. Sekarang, Anak Krakatau telah mencapai ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dengan diameter 2 km. Untuk mengunjunginya Anda bisa berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priuk dengan naik Jet-Foil atau Kapal Phinisi Nusantara. Jalur kedua adalah dari Pelabuhan Labuan, Banten. Dari sini Anda dapat menyewa kapal motor atau kapal nelayan yang berkapasitas antara 5 sampai 20 orang.
Jalur ketiga bisa ditempuh melalui Pelabuhan Canti, Kalianda-Lampung. Di pelabuhan ini Anda juga dapat menyewa kapal motor atau kapal nelayan yang akan menempuh Krakatau melalui P. Sebuku dan P. Sebesi. Pada bulan Juli saat Pemda Provinsi Lampung menggelar Festival Krakatau, Anda bahkan bisa ikut menyeberang ke pulau itu.
gunung krakatau
gunung sundoro
Gunung Sundoro - 3.136 m.dpl, setidaknya ada tiga nama yang dikenal baik oleh masyarakat, Sindoro, Sundoro atau Sendoro. Adalah termasuk dalam jajaran gunung berapi yang mempunyai bentuk kerucut dengan tipe Strato. Dari kejauhan nampak seperti dua saudara kembar antara Sundoro dan Sumbing, berdiri kokoh di batas Kabupaten Temanggung sebelah barat dan sebelah timur kota Wonosobo. Diantara keduanya, dipisahkan oleh pelana Kledung (1.405 m.dpl) yang melintasi jalan raya, menghubungkan Wonosobo dengan kota Magelang.
Gunung Sundoro mempunyai Koordinat/ Geografi pada 7° 18'LS dan 109° 59.5' BT dan memiliki areal Kawasan Hutan cukup luas yang di kelola oleh PERHUTANI Wonosobo (772 m.dpl) dan Temanggung. Berada di puncaknya, kita bisa melihat pemandangan disekitarnya, bagian lereng gunung ditanami hamparan kebun teh yang mengelilingi menjadikan lereng sindoro terlihat hijau sepanjang tahun.
Di bagian timur dari puncak datar seluas 400 x 300 m terdapat kawah kembar besar berukuran 210 x 150 m, sedangkan dataran Segero Wedi, Banjaran, di bagian barat dan utara, adalah sisa dari kawah utama dan sekunder. Kerucut dan kawah parasit ditemukan di lereng barat daya dan timur laut dan di kaki tenggara. Beberapa ratus bukit di kaki timur laut menurut Taverne dan van Bemmelen merupakan sisa erosi dari suatu longsoran tanah sebelum tanah sebelum sejarah atau dari lahar.
Rute Pendakian
Gunungapi ini mudah dicapai dari segala jurusan, dari sebelah timur dari Magelang, dari sebelah barat dari Banjarnegara, dari arah utara dari Candiroto atau Melayu, sedangkan dari arah selatan dari Purworejo. Untuk mendaki gunung Sundoro terdapat dua jalur umum yang biasanya dipergunakan, yaitu; lewat Desa Kledung dan lewat Desa Sigedang (Tambi).
Jalur Kledung
Untuk mencapai Desa Kledung, dari arah Magelang naik bus ke jurusan Wonosobo atau sebaliknya, turun di Desa Kledung disebelah Restoran Dieng Pass. Perjalanan dari arah Wonosobo hanya 3 Km. Untuk sarana penginapan di Kledung masih belum tersedia, penginapan hanya ada di Wonosobo atau Magelang, tetapi kita bisa menginap di rumah Kepala Desa atau di rumah masyarakat setempat.
Di Desa Kledung kita bisa menyaksikan pemandangan yang menarik baik kearah Gunung Sundoro maupun kearah Gunung Sumbing. Sekitar 0,5 jam perjalanan kita akan melewati batas ladang penduduk dengan hutan dan sampai di Watu Gede. Sekitar 0,5 jam perjalanan lagi kita akan sampai di Situk, disini ada pos pendaki dan kita dapat beristirahat disini. Dari Situk diteruskan lagi, kita akan menemui jalan bercabang, lurus dan ke arah kanan.
Sebaiknya kita ambil yang lurus karena jalan ini lebih cepat tetapi lebih menanjak, sedangkan jalan yang kanan lebih landai dan melewati lereng bukit, kedua jalan ini akan bertemu di Pestan dan dapat ditempuh dalam 2 jam dari Situk.
Berjalan sekitar 2-3 jam lagi kita sampai di Batu Tatah, daerahnya agak berbatu. Untuk menuju puncak diperlukan waktu 2 jam lagi, mendekati puncak kita mengambil jalan memutar dari arah kiri menuju ke arah kanan menuju puncak. Dari desa Kledung ke puncak Sundoro ini membutuhkan waktu 7 jam dan turunnya dibutuhkan waktu 4 jam.
Puncak Gunung Sundoro merupakan dataran seluas (400 x 300) meter, yang disebelah timurnya terdapat dua kawah kembar seluas (210 x 150) meter. Sedangkan di sebelah barat dan utara terdapat dataran Segoro Wedi dan Banjaran serta dua dataran yang belum bernama, yang merupakan sisa kawah utama dan sekunder.
Menurut tradisi masyarakat di sini setiap tanggal 1 Suro, Tahun Baru pada penanggalan Jawa-Islam, banyak penduduk yang mendaki Gunung Sundoro ini, untuk mengadakan selamatan di puncak.
Jalur Sigedang-Tambi
Jalur Sigedang merupakan jalur yang agak sulit karena jalanan sangat menanjak sehingga jarang yang melakukan pendakian lewat sini tetapi jalur ini banyak di gunakan sebagai jalur turun karena lebih cepat dan lebih dekat dengan Lembah Dieng. Untuk mencapai Sigedang, dari arah Wonosobo kita naik bus ke jurusan Dieng, turun di Rejosari atau Tambi, sekitar 15 Km.
Selanjutnya perjalanan diteruskan dengan jalan kaki /naik Ojek menuju ke arah kampung Sigedang sekitar 4 Km. Kondisi Jalan menuju Sigedang sudah beraspal dan disekitar jalan kita bisa memandang hamparan tanaman teh. Awal pendakian kita mulai di sini. Berjalan melewati jalan berbatu menyusuri kebun - kebun teh selama 2 jam perjalanan akan sampai dibatas perkebunan teh dengan hutan (4 Km). Dari sini pendakian kita teruskan melalui jalanan yang cenderung menanjak selama 3 jam akan sampai di Watu Susu.
Watu Susu merupakan daerah yang mempunyai ciri adanya batu yang besar yang terdiri 2 buah. Menurut kepercayaan penduduk, batu ini merupakan buah dada dari Gunung Sundoro. Dari Watu Susu ke puncak dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam lagi. Perjalanan dari Sigedang menuju puncak Gunung Sundoro membutuhkan waktu sekitar 6-7 jam dan turunnya memakan waktu 4-5 jam perjalanan.
Untuk melakukan pendakian lewat Sigedang harus melapor dahulu ke Kepala Desa. Disini kita bisa menginap di rumah masyarakat setempat yang umumya juga sebagai pemandu gunung.
Untuk melakukan pendakian ke Gunung Sindoro lewat Kledung belum ada ijin khusus tetapi sebelum melakukan pendakian kita harus mencatat nama di rumahnya Kaur pembangunan (Pemerintah Desa) sebagai tanda ijin mengetahui adanya pendaki yang naik.
gunung bromo
Gunung Bromo (2.329 m dpl), adalah salah satu gunung dari beberapa gunung lainnya yang terhampar di kawasan Komplek Pegunungan Tengger, berdiri diareal Kaldera berdiameter 8-10 km yang dinding kalderanya mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ± 60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200-600 meter. Daya tarik Gunung Bromo yang istimewa adalah kawah di tengah kawah dengan lautan pasirnya yang membentang luas di sekeliling kawah Bromo yang sampai saat ini masih terlihat mengepulkan asap putih setiap saat, manandakan Gunung ini masih aktif.
Sejarah Pembentukan
Menurut sejarah terbentuknya Gunung Bromo dan lautan pasir berawal dari dua gunung yang saling berimpitan satu sama lain. Gunung Tengger (4.000 m dpl) yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi pada waktu itu. Kemudian terjadi letusan kecil, materi vulkanik terlempar ke tenggara sehingga membentuk lembah besar dan dalam sampai ke desa sapi kerep. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari delapan kilometer. Karena dalamnya kaldera, materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk di dalam dan sekarang menjadi lautan pasir dan di duga dulu kala pernah terisi oleh air dan kemudian aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma ditengah kaldera sehingga muncul gunung - gunung baru antara lain Lautan pasir, Gunung Widodaren, Gunung watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok dan Gunung Bromo.
Legenda Masyarakat
Menurut legenda dijelaskan tentang asal usul Suku Tengger ini. Dahulu di pulau Jawa di perintah oleh Raja Brawijaya dari Majapahit yang mempunyai anak perempuan bernama Rara Anteng yang menikah dengan Joko Seger, keturunan Brahmana. Ketika terjadi pergolakan di pulau Jawa, sebagian masyarakat yang setia pada agama Hindu melarikan diri ke pulau Bali. Sebagian lainnya menarik diri dari dunia keramaian dan bermukim di sebuah dataran tinggi di kaki Gunung Bromo, dipimpin oleh Roro Anteng dan Joko Seger, jadilah mereka suku Tengger, kependekan dari AnTeng dan SeGer.
Komplek Pegunungan
Gunung Bromo termasuk bagian salah satu gunung yang berada di Komplek Pegunungan Tengger. Pada hamparan pasir yang sangat luas (Laut Pasir) dengan gunung-gunung di tengahnya yaitu: G. Bromo (2.392 m dpl), G. Batok ( 2.440 m dpl), G. Widodaren (2.614 m dpl), G. Watangan (2.601 m dpl) dan G. kursi (2.581 m dpl). Dinding kaldera yang mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ±60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200-600 meter. Di keliling kaldera Tengger terdapat beberapa gunung diantaranya adalah G. Penanjakan (2.770 m dpl.), G. Cemorolawang, G. Lingker (2.278m dpl.), G. Pundak Lembu (2.635 m dpl.), G Jantur (2.705 m dpl.),G.Ider-ider (2.527 m dpl.) serta G.Mungal (2.480 m dpl.). Sedangkan pada Komplek Pegunungan Jambangan terdapat G. Lanang (2.313 m dpl), G Ayek-ayek (2.819 m dpl), G. Panggonan Cilik (2.883 m dpl), G Keduwung (2.334 m dpl), G Jambangan (3.020 m dpl), G Widodaren (2.000 m dpl), G Kepolo (3.035 m dpl), G Malang (2.401 m dpl), dan G Semeru (3.676 m dpl).
Menikmati Matahari Terbit
Salah satu atraksi yang paling menarik di atas Gunung Bromo adalah Matahari terbit. Gumpalan awan yang menutup langit perlahan - lahan tersibak oleh bola putih kekuning - kuningan. Cahaya merah merona diufuk timur. Perlahan - lahan timbulah temberang yang kian membesar hingga membentuk setengah lingkaran sang surya y\nang merah menyala. Berangsur - angsur warnanya berubah menjadi keemasan. Udara sekitar mulai menerang. Mulailah suatau hari dan kehidupan yang baru. Semuanya mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Kecuali di puncak Bromo, atraksi matahari terbit bisa di lihat di Puncak Pananjakan.
Upacara Kasada (kasodo)
Pada tanggal 14 dan 15 bulan ke duabelas (tahun Jawa) atau bulan Desember/Januari (tahun Masehi) diadakan upacara Kasada. Dalam upacara ini dikorbankan sebagian hasil sawah, ladang dan ternak masyarakat dengan melemparkannya ke kawah Gunung Bromo sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain Upacara Kasodo juga di kenal Upacara Karo Dan Ayak-ayak.
Menuju Lokasi
Dari Surabaya. Untuk menuju Gunung Bromo dari arah Pasuruan. Dari Surabaya kita naik bis menuju Probolinggo dan turun di Pasuruan yang membutuhkan watu 1,5 jam. Selanjutnya naik colt menuju Desa Tosari - Wonokitri.
Di Wonokitri kita dapat bermalam di hotel atau losmen atau dapat juga langsung meneruskan per-jalanan menuju Gunung Pananjakan atau masuk ke lautan pasir menuju puncak Gunung Bromo.
Bila dari arah Probolinggo, kita naik colt atau bis menuju Sukapura, kemudian kita terus ke Ngadisari. Dari Ngadisari naik kuda atau berjalan kaki menuju Cemoro lawang ± 3 km. Di Cemoro lawang kita dapat bermalam di hotel atau losmen. Besuk pagi kita dapat melanjutkan perjalanan ke kawah Gunung Bromo, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau naik kuda yang disewakan oleh masyarakat setempat.
Bila dari arah Malang kita bisa lewat Jemplang, Ngadas. Dari Malang naik minibus menuju ke Tumpang (18 Km) sekitar 30 menit. Dari Tumpang perjalanan kita lanjutkan dengan naik Jeep menuju ke Jemplang sekitar 1,5 jam perjalanan melewati Desa Gubuk Klakah dan Desa Ngadas. Disekitar perjalanan kita dapat menyaksikan pemandangan alam yang berupa kebun-kebun penduduk yang berada di lereng-lereng gunung dan hutan alam yang masih asli. Memasuki Desa Ngadas di sekitar jalan kita melewati hutan cemara yang tertata rapi. Kondisi jalan dari Tumpang menuju Jemplang sekarang sudah baik.
Dari Jemplang perjalanan kita teruskan menuju ke Gunung Bromo melewati jalan berbatu dan lautan pasir selama 1 jam perjalanan dengan Trekking.
Bila lewat Purwodadi, dari Kota Malang kita naik Bus atau minibus menuju ke Purwodadi selam 30 menit. Dari Purwodadi kita naik minibus menuju ke Desa Tosari, melewati Desa Nonggojajar selama 1,5 jam perjalanana. Dari Tosari kita teruskan menuju Wonokitri.
Menuju Kawah Gunung Bromo dapat didaki melalui tangga buatan (249 buah), dari sini akan terlihat kawah Bromo mengangah lebar dengan kepulan asap yang keluar dari dasarnya.
gunung lawu
Gunung Lawu (3.265 m) berdiri kokoh diperbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, banyak menyimpan sejuta misteri dan legenda. Dalam legenda Gunung Lawu dipercayai sebagai tempat bertapanya Raden Brawijaya atau dikenal dengan Sunan Lawu setelah mengundurkan diri dari kerajaan Majapahit, dan beliau dipercaya sebagai penguasa seluruh makhluk yang ada di Gunung Lawu.
Gunung Lawu juga mempunyai kawah yang namanya sangat terkenal yakni Kawah Condrodimuko, yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai tempat menggodok tokoh pewayangan yaitu Raden Gatutkaca, salah satu dari Pandawa Lima. Di gunung ini juga banyak tempat-tempat keramat antara lain Sendang Drajat, Argo Dalem, Argo Dumilah, Pasar Dieng, Batu Tugu "Punden Berundak", Lumbung Selayur, Telaga Kuning dan masih banyak lagi. Gunung ini juga ditumbuhi bunga Edelweis berwarna merah muda, kuning dan putih.
Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas. Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.
Desa Cemoro Sewu maupun dukuh Cemoro kandang yang hanya berjarak sekitar 1 kilometer merupakan gerbang pendakian ke puncak Lawu atau lebih dikenal dengan nama Argo Dumilah, letaknya berada tidak jauh dari kota dan dilintasi oleh jalan raya tertinggi di pulau Jawa yaitu sekitar 1.878 meter dari permukaan air laut. Karena letaknya yang mudah dijangkau, Gunung Lawu ini banyak dikunjungi pendaki pada Minggu dan hari-hari libur. Bahkan pada bulan Suro (Tahun Baru menurut penanggalan Jawa), kita akan menemui bahwa mereka yang mendaki bukan saja untuk ke puncak gunung Lawu, tetapi juga banyak diantaranya adalah peziarah, pertapa dan berbagai tujuan lainnya.
Kedua daerah gerbang pendakian tersebut merupakan daerah berbentuk saddle antara daerah tujuan wisata Sarangan yang terkenal dengan danaunya dan Tawangmangu dengan air terjunnya. Kedua jalur Selatan ini adalah yang paling banyak dilalui karena jalurnya mudah dan pemandangannya sangat indah.Untuk mencapai daerah ini. Dari arah Surabaya menuju Madiun diteruskan ke Magetan dengan bus, kemudian naik colt menuju Sarangan (1.286 m.dpl), dari sini kita naik colt jurusan Tawangmangu turun di Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang. Kalau dari arah Solo, kita naik bus menuju Tawangmangu (1.000 m.dpl), lalu naik colt jurusan Sarangan berhenti di Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu. Angkutan umum/colt dari Tawangmangu ke Sarangan atau arah sebaliknya agak sulit ditemui mulai pukul 16.00 wib.Segala fasilitas umum antara lain hotel, wartel yang paling dekat adalah di daerah wisata Sarangan terletak 5 kilometer dari Cemoro Sewu atau di Tawangmangu yang juga merupakan tempat wisata. Walau demikian, kita dapat menginap dirumah-rumah penduduk. Kita juga bisa memenuhi kebutuhan logistik tambahan untuk pendakian di warung-warung yang ada di desa gerbang pendakian ini.Gerbang Jawa Timur ,lewat Desa Cemoro SewuDesa Cemoro Sewu (1.800 m dpl) kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan merupakan gerbang pendakian dari jalur Jawa Timur adalah daerah yang sangat subur. Daerah yang dihuni 20 keluarga dengan mata pencaharian utama adalah bertani ini tampak hijau, bersih sehingga menyejukkan mata yang melihatnya.Penduduknya sangat rukun, suka gotong-royong, ramah terhadap para pendatang dan sangat peduli terhadap kebersihan lingkunganya, ini terbukti dengan didapatnya tropi Jawa Timur tahun 1991 dan Kalpataru untuk katagori Pengabdi Lingkungan tahun 1992 oleh Bapak Sardi Kamituwo desa Cemoro Sewu.Jalur yang dimulai dari Cemoro Sewu (1.800 m.dpl) ini adalah yang paling sering digunakan untuk pendakian, panjangnya 6.5 km, berupa jalan makadam mulai desa sampai mendekati puncak. Di desa Cemoro Sewu ini kita mempersiapkan air untuk perjalanan naik dan turun. Kita akan melewati hutan pinus dan akasia di sisi kiri dan kanan sampai pada ketinggian lk 3.000 m dpl. Dalam pendakian ini kita akan melewati 4 buah pos pada ketinggian 2.100 m, 2.300 m, 2.500 m dan sampai di pos IV dengan ketinggian 2.800 m dpl dengan waktu 4 - 5 jam. Setelah pos IV ini pepohonan mulai rendah sampai kita harus menyusur punggungan, jalannya berupa tanah mendatar dan di sisi kanan terdapat jurang.Kurang lebih 10 menit kita akan sampai di Sendang Drajat, sebuah sumber air yang dianggap keramat oleh para peziarah. Di daerah sini biasanya juga digunakan untuk bertapa oleh orang-orang yang percaya bahwa akan mendapat "ilmu". Disini terdapat gua selebar 2 meter yang dapat kita pakai untuk bermalam.Didepan gua terdapat lubang sekitar satu meter yang kadangkala dapat ditemukan air. Jika tidak mau menginap di Sendang Drajat, kita dapat berjalan terus ke Argo Dalem, dengan melewati punggungan bukit sekitar 30 menit, kita akan menemukan pertigaan yang kekiri langsung menuju puncak Argo Dumilah ( 3.265 m dpl) sedang ke kanan menuju ke Argo Dalem (3.148m dpl). Dari pertigaan ini, untuk menuju puncak Argo Dumilah hanya membutuhkan waktu 10 menit.Alun-alun Argo Dalem merupakan hamparan padang terbuka bervegetasi perdu, memungkinkan kita untuk melihat kearah puncak maupun kelembah di bawahnya. Ada pondok utama yang biasanya menjadi tujuan peziarah yang datang, lengkap dengan barang-barang persembahannya Puncak Gunung Lawu berupa dataran yang berbukit-bukit dan terdapat titik trianggulasi. Dari arah puncak kita dapat menikmati pemandangan yang sangat menawan. Selain Matahari terbit, bila kita memandang ke arah barat, akan tampak puncak Gunung Merapi dan Merbabu, dan arah timur akan terlihat puncak Gunung Kelud, Butak dan Wilis.Gerbang Jawa Tengah: Desa Cemoro KandangJalur yang dimulai dari Desa Cemoro Kandang ini, panjangnya sekitar 12 km, juga paling sering digunakan untuk pendakian, karena tidak terlalu menanjak dan pemandangannya sangat indah. Diseberang gerbang pendakian terdapat warung-warung, juga bisa untuk menambah logistik, air juga harus dipersiapkan disini untuk perjalanan naik sampai turun lagi.Kita mulai perjalanan melalui hutan akasia dan pinus dengan kondisi jalan berbatu kurang lebih 1,5 jam, kita sampai pada PosI Taman Sari bawah. Kemudian kita melewati jalan tanah dari hutan cemara dan pinus selama sekitar 30 menit akan menemui Pos II Taman Sari Atas. Dari sini kita masih melewati hutan dan menyisir bukit, setelah perjalanan selama 2,5 jam kemudian kita sampai di pos III Penggik (2.760 m dpl).Dari pos penggik ini kita menuju ke Pos IV Cokrosuryo dengan melewati hutan, kemudian menyisir bukit, disebelah kiri kita adalah jurang, waktu yang dibutuhkan sekitar 1,5 jam. Jika tidak ingin menginap di Cokrosuryo kita bisa berjalan terus ke Argo Dalem dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Dalam perjalanan ke Argo Dalem kita akan menemui sebuah pos yang rusak di pertigaan yang kekanan ke Argo Dumilah dan yang lurus menuju Argo Dalem.Perlengkapan dan TipsPerjalanan Pendakian ke Gunung Lawu jika melalui Cemoro Kandang membutuhkan waktu 8-9 jam dan 5-6 untuk turun, sedang dari Cemoro Sewu dibutuhkan waktu 6-7 jam untuk pendakian dan 4-5 jam untuk turun. Pakaian yang tahan angin dan tahan air serta peralatan untuk tidur sebaiknya dibawa untuk kenyamanan perjalanan pendakian.Kalau ingin pendakian anda tidak terlalu ramai maka sebaiknya melakukan pendakian pada hari-hari biasa (senin-Jumat)Perijinan dan PemanduanUntuk perijinan pendakian ke Gunung Lawu sampai saat ini masih belum ada keharusan ijin yang resmi dari instansi-instansi yang memangku daerah pendakian ini, dan anda cukup mendaftarkan diri ke petugas yang ada di pos pendakian Cemoro Kandang atau ke Bapak Sardi Kamituwo di desa Cemoro Sewu serta meninggalkan kartu pengenal diri.Bila anda ingin mengetahui tempat-tempat yang keramat di gunung ini, sebaiknya anda menggunakan pemandu untuk mengantar anda. Anda bisa menghubungi bapak Sardi untuk membantu kita untuk mencarikan pemandu yang mengetahui tempat-tempat keramat. Bila mengalami keadaan darurat di Gunung Lawu, kecelakaan atau rekan yang hilang, kita bisa menghubungi SAR SATKORLAK UNS Solo Jl. Urip Sumoharjo 110 Mesen Surakarta Telp. (0271) 41799, 47199.
gunung argopuro
Gunung Argopuro atau Argopura (3.088 m.dpl), termasuk jenis gunung yang mempunyai banyak puncak, terdapat ± 14 puncak di jajaran Pegunungan Iyang. Terletak di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur dan berada dalam pengawasan Sub BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) wilayah Jember. Gunung Argopuro merupakan gunung yang mempunyai jalur pendakian terpanjang diantara jalur gunung-gunung di Pulau Jawa lainnya. Memiliki peninggalan bersejarah dari Zaman Prasejarah hingga masa pendudukan Jepang.
Jalur Pendakian
Jalur pendakian menuju Gunung Argopuro terdapat 2 jalur utama yang umum dipakai oleh para pendaki, yang pertama adalah lewat Baderan, Besuki atau lewat Desa Bremi, Probolinggo. Tapi umumnya para pendaki menggunakan Jalur Bremi, Probolinggo menuju Baderan Situbondo. Beberapa alasan adalah jalur tersebut lebih dekat menuju puncak, juga jika sekalian ingin melakukan pendakian Rally di sejumlah gunung-gunung yang berdekatan, biasa disebut Gorajen (Argopuro, Raung dan Ijen).
Perjalanan ke Gunung Argopuro ini rata-rata membutuhkan waktu kurang lebih 20 jam untuk naik dan 11 jam untuk turun, dengan demikian kita harus mendirikan tenda di perjalanan. Karena itu pakaian hangat dan perlengkapan tidur (sleeping bag, matras, tenda dsb.) serta perlengkapan masak adalah keharusan.
Jalur Bremi
Untuk mencapai Desa Bremi (960 m.dpl) sangat mudah karena ada bis umum yang menuju desa ini 2 (dua) kali sehari dari terminal bis Probolinggo lama, jam 06.00 pagi dan jam 12.00 siang, yang tarifnya Rp.3.500,- atau dari Terminal Bayuangga, Probolinggo naik bis atau minibus menuju Pajarakan dengan tarifnya Rp. 1500,-, karena disini ada minibus menuju Desa Bremi yang tarifnya Rp.3.500,-. Tetapi bila pergi berombongan, dari Terminal Bayuangga ada minibus yang dapat membawa kita langsung ke Bremi.
Sampai di Bremi, kita harus melapor pada petugas KSDA dan POLSEK Krucil di Bremi untuk meminta ijin melakukan pendakian dan usahakan pendakian kita lakukan pada pagi hari.
Di Bremi sebaiknya kita menginap untuk melanjutkan perjalanan pagi harinya. Di desa ini, terdapat penginapan relatif murah.Untuk menginap kita bisa menghubungi Pak Bawon atau masyarakat setempat tentang yang mengelola penginapan. Salah satunya adalah penginapan bekas peninggalan Belanda yang memiliki ciri bangunan yang khas.
Esok harinya kita berjalan menyusuri jalan berbatu, menuju Perkebunan “Air Dinginâ€, mendekati gerbang Perkebunan berbelok kekanan menuju Danau Taman Hidup (1.900 m.dpl). Perjalanan melewati hutan alam produksi dan hutan pinus dan kita akan menjumpai banyak tanjakan yang mempunyai kemiringan yang tinggi. Perjalanan membutuhkan waktu 4 jam pendakian kita akan sampai di Taman Hidup. Danau Taman Hidup merupakan sebuah danau yang sangat indah, disekelilingnya terdapat lereng-lereng gunung yang mempunyai vegetasi yang rapat. Keanekaragamam hewan air bisa kita jumpai serta binatang banyak berkeliaran.
Di sepanjang jalan, terutama di awal-awal perjalanan lewat jalur Bremi akan kita temui banyak lintah dan tumbuhan api-api di kanan-kiri. Jadi sebaiknya lindungi diri dengan baju lengan panjang dan pelindung kaki (gaiter).
Setelah berjalan 7 jam melalui perkebunan damar dan hutan tropis dari Bremi, kita akan sampai di Aeng Kenek. Sesampai di Aeng Kenek, kita menempuh perjalanan 1 jam lagi, dan kita sampai di Aeng Poteh atau Cisentor, yang merupakan persimpangan jalan menuju puncak dan ke arah Baderan.
Di Aeng poteh, terdapat air sungai yang mengalir jernih,yang bewarna keputih-putihan. Karena itulah tempat ini dinamakan Aeng Poteh (aeng = air, poteh = putih).
Di Aeng Poteh/persimpangan Cisentor, pada bulan-bulan tertentu seperti bulan September akan kita jumpai tikus-tikus hutan yang amat banyak dan hiperaktif. Tikus-tikus ini berani mendekati kita dan tak segan-segan untuk menggigit carrier untuk menda\npatkan makanan di dalamnya. Jadi pastikan bahwa carrier kita terlindungi dengan baik. Begitu juga dengan kerapatan pintu tenda, karena bukan tak mungkin tikus-tikus akan menyelinap masuk dan bermain-main di kontur wajah kita.
Setelah perjalanan sekitar 1 jam 45 menit menuju puncak, kita akan melewati Rawa Embik, dimana terdapat sungai yang merupakan tempat minum kambing-kambing gunung. Disepanjang perjalanan banyak tempat untuk mendirikan tenda, dan air tersedia cukup melimpah. Perlu 1 jam perjalanan lagi untuk mencapai Puncak Rengganis (2.920 m.dpl).
Di Gunung Argopuro, puncak yang sering dikunjungi adalah Puncak Rengganis, Puncak Argopuro (3.088 m.dpl) jarang dikunjungi karena jalannya tertutup hutan lebat. Di Puncak Rengganis ini pernah ditemukan arca Dewi Rengganis, yang menurut cerita adalah putri Raja Majapahit terakhir, Raden Brawijaya, yang melarikan diri dan menyepi di Gunung Argopuro. Di puncak ini masih ditemukan petilasan Candi yang telah runtuh.
Puncak Rengganis ini, merupakan bekas kawah belerang. Menurut kepercayaan setempat di Puncak Rengganis ini terdapat pusat kerajaan para lelembut (jin). Sehingga dari waktu kewaktu ada para pengunjung yang menaruh sesajian di Puncak Rengganis ini.
Jalur Baderan
Untuk capai Desa Baderan, dari Surabaya kita menuju Probolinggo dengan bis. Kemudian diteruskan menuju Banyuwangi turun di Besuki. Dari Besuki diteruskan menuju Besa Baderan (725 m.dpl), yang jaraknya 22 km dari Besuki, dengan menggunakan angkutan umum (Rp. 1500, siang).
Sebelum mendaki kita harus melapor pada petugas KSDA dan polisi setempat untuk meminta ijin dan menyiapkan air disini, karena air hanya akan kita jumpai di Sumber Air (5 jam perjalanan dari Baderan). Dari Baderan kita menuju Cemoro Panjang (2.141 m.dpl), selama 7 jam perjalanan, melewati Sumber Air (1.710 m.dpl). Hutan yang dilalui adalah hutan pinus dan hutan alam. Dari Cemoro Panjang kita menuju Alun-alun Kecil (2.040 m.dpl), kurang lebih 1 jam 15 menit, dan dilanjutkan menuju Alun-alun Besar atau yang lebih dikenal dengan Sikasur (2.500 m.dpl), selama 2 jam 45 menit.
Perjalanan 3 jam dari Cikasur kita sampai di Aeng Poteh atau persimpangan Cisentor, pertigaan Baderan - Puncak - Bremi. Turun dari puncak Argopuro, kita dapat memilih turun lewat Bremi selama 11 jam, atau kembali lewat Baderan selama 13 jam.
Sikasur, berupa padang rumput yang luas, sangat bagus untuk dijadikan camp, karena terdapat sungai kecil yang mengalir jernih dihiasi tumbuhan Selada air (penduduk setempat menyebutnya Arnong). Di Sikasur ini juga terdapat bekas lapangan terbang yang dibuat oleh A.J.M Ledeboer pada tahun 1940-an. Lapangan terbang tersebut, konon digunakan untuk kegiatan pembudidayaan rusa yang didatangkan dari luar, sisa-sisa populasi masih ada tetapi semakin berkurang.
Jika ingin mendaki Gunung Argopuro, terlebih dahulu kita harus meminta ijin ke BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jawa Timur di Surabaya Atau bisa juga ke Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur II dengan alamat, Jl. Jawa 36, Jember 68101, telp. (0331) 85079. Di Bremi, kita harus melaporkan diri dulu di Pos Sub KSDA Pegunungan Yang Barat di Krucil, terletak 2 km sebelum Bremi.
gunung penanggungan
Gunung Penanggungan 1.653 m dpl, terletak di perbatasan Pasuruan dan Mojokerto. Jika anda melakukan perjalanan darat dari Surabaya menuju Malang, selepas keluar dari Jalan Tol Gempol, akan terlihat sosok Gunung Penanggungan dengan kondisi puncaknya yang tandus, terlihat seperti sosok Mahameru (puncak Gunung Semeru), sebagian menandainya sebagai miniatur Mahameru.
Dengan ketinggian sekitar 1.653 m dpl (meter dari permukaan air laut), puncak Gunung Penanggungan terdiri dari batuan cadas dan jarang ditumbuhi pepohonan, sehingga dari jauh terlihat botak. Secara administratif kawasan hutan gunung penanggungan berada pada wilayah perlindungan KPH Pasuruan.
Pada malam hari, udara di puncak berkisar sekitar 10 - 15 derajat sedangkan pada siang hari berkisar sekitar 15 - 25 derajat. Mengingat suhu seperti ini, maka untuk lebih amannya dari gangguan udara dingin, tiupan angin yang kencang dan hujan, para pendaki disarankan berlindung di dalam Gua Botol yang mampu menampung sekitar 15 orang. Gua ini baru saja diketemukan. Letaknya sekitar 500 m dari puncak Gunung Penanggungan menurun ke arah Barat. Pintu gua ada 2 buah. Satu lubang dari atas dapat tembus sinar matahari. Ruangan gua berbentuk L. Pintu menghadap ke Utara dan Selatan. Rongga gua lebih kurang 2 m.
Dari kaki sampai lereng bawah Gunung Penanggungan berupa hutan lindung dengan jenis tanaman rimba seperti jempurit, kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo dan jabon. Di bawah tegakan pohon-pohon raksasa ini, tumbuh tanaman empon-empon seperti kunir, laos, jahe dan bunga-bunga kecil. Lebatnya pepohonan menyebabkan udara di sini terasa lembab, sinar matahari tidak sepenuhnya menembus tanah. Sampai di lereng atas ditumbuhi cali-andra, yang bercam-pur dengan jenis Resap, Pundung dan Sono.Caliandra merah tampak men-dominasi, tumbuh lebat hampir menu-tup permukaan tanah, walaupun pertumbuhannya kerdil di tengah hamparan rumput gebutan. Demikian juga keadaan di puncak; hanya akar rumput gebutan yang mampu tumbuh menerobos kerasnya batuan padas Gunung Penanggungan.
Keadaan medan Gunung Penanggungan tidak berbeda dengan gunung-gunung lain : datar, landai, miring, berbukit dan berjurang. Di kaki gunung, keadaan medannya landai sampai sejauh 2 km. Naik ke atas kemiringannya berkisar 30 - 40 derajat. Di bagian perut gunung agak curam, berkisar 40 -50 derajat sepanjang 1 km. Sampai di dada gunung, banyak jurang-jurang dengan kemiringan berkisar 50 -60 derajat; tanahnya berbatu sepanjang 2 km dari dada, leher sampai puncak gunung. Medannya amat curam, berbatu, licin dan kemiringannya berkisar 60 -80 derajat sepanjang 1,5 km. sampai di puncak, batu-batu padas nampak di sana-sini. Di puncak terdapat lembah, barangkali semacam kawah yang sudah tidak aktif lagi. Luasnya sekitar 4 ha. Tempat ini biasanya dimanfaatkan untuk base camp. Tempat yang nyaman untuk menikmati keindahan pada malam hari.
U
ntuk mencapai puncak Gunung Penanggungan terdapat 4 (empat) arah pendakian yaitu via Trawas, Jolotundo, Ngoro dan via Pandaan. Bagi pendaki yang memilih start dari Desa Jolotundo dan Ngoro, di sepanjang jalan akan melewati candi-candi peninggalan purbakala. Yang memilih start dari Desa Trawas dan Pandaan hampir tidak menjumpai peninggalan purbakala.
1.
Jalur Trawas
Untuk mencapai Trawas, dari Surabaya atau Dari Malang naik bis menuju Pandaan, naik lagi Minibus menuju ke Trawas. Selama perjalanan jalan yang dilalui sudah beraspal. Dari Desa Trawas,Mojokerto,kita menuju ke desa Rondokuning (6 km) dengan kendaraan roda 4 atau roda 2. Dari desa Rondokuning melewati jalan setapak hutan alam menuju \nke puncak Penanggungan dengan memakan waktu sekitar 3 jam. Sepanjang jalan, pendaki akan melihat pemandangan dari celah-celah lebatnya pohon kaliandra, puncak Gunung Bekel yang merupakan anak Gunung Penanggungan terlihat angker. Rumah-rumah penduduk, pabrik-pabrik, sawah-sawah terlihat di bawah.
2.
Jalur Jolotundo
Untuk mencapai Jolotundo dari Trawas naik lagi minibus sekitar 9 Km. Desa Jolotundo merupakan salah satu desa yang berada dekat dengan puncak Gunung Penanggungan (6,5 Km). Pendakian lewat Jolotundo membutuhkan total waktu 3 jam. Perjalanan tidak melewati pedesaan, tetapi langsung menyusup ke dalam hutan alam. kemiringan medannya 40 derajat, melewati jalan setapak. Di kanan-kiri terdapat pohon-pohon besar. Hati-hati, di sekitar sini banyak jalan setapak yang menyesatkan.
PPLH Seloliman Bila waktu memungkinkan, sempatkanlah mengunjungi PPLH Seloliman - Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Seloliman - yang terletak di Desa Seloliman Trawas. PPLH Seloliman, adalah Lemabaga Swadaya Masyarakat (NGO) yang bergerak pada penyadaraan masyarakat terhadap pentingnya wawasan lingkungan hidup melalui berbagai macam metode pendidikan. PPLH Seloliman juga menyediakan paket program ekowisata, salah satunya adalah pendakian gunung penanggungan, di pusat kampusnya juga terdapat cottage/bungalow yang disediakan untuk pengunjung. Saya sarankan anda membuat rencana kunjungan ke tempat ini sebagai salah satu paket wisata anda.
Setelah perjalanan memakan waktu 1 jam, hutan alam terlewati, berganti memasuki hutan caliandra yang amat lebat dengan jalan menanjak. Berjalan sekitar 30 menit pendaki melewati Batu talang, sebuah batu yang panjangnya 7 km tanpa putus, bersumber dari leher Gunung Penanggungan yang memanjnag seperti talang air menerobos hutan sampai ke Desa Jolotundo dan Desa Balekambang.
Dari Batu talang, terus menyusup hutan caliandra. Sekitar 300 m, sampailah di Candi Putri, sebuah candi peninggalan Airlangga yang berukuran 7x7x4 m dalam keadaan tidak utuh. Candi Putri ini dikelilingi oleh hutan caliandra yang sangat lebat. Dari Candi Putri, sekitar 200 m sampai di Candi Pure, yaitu sebuah candi yang berukuran 7x6x2 m terbuat dari batu andesit.
Dari Candi Pure, sekitar 150 m sampai di Candi Gentong. Disini terdapat meja. Candi gentong dan meja sebenarnya bukan candi, tetapi menurut masyarakat setempat dinamakan candi. Candi Gentong merupakan peninggalan kuno yang terbuat dari batu kali. Posisinya bersebelahan. Gentong terletak di sebelah Utara, meja terletak di sebelah selatan tetapi dalam 1 lokasi. Gentong berdiameter 40 cm bagian mulut dan 90 cm bagian perut, tebal 15 cm. Setengan badannya terpendam di dalam tanah. Sedangkan meja panjang 175 cm, lebar 100 cm dan tinggi 125 cm.
Setelah melewati Candi Gentong, perjalanan dilanjutkan menyusur ke atas. Lebih kurang berjalan 50 m sampai di Candi Shinto. Keadaan candi sangat memprihatinkan, panjang 6 m, lebar 6 m, tinggi 3 m, terletak di hutan wilayah RPH Seloliman. Setelah melewati hutan kurang lebih 300 m akan ditemui candi lagi, yaitu Candi Carik dan sekitar 300m Candi Lurah. Dan sampailah di puncak.
3.
Jalur Ngoro
Untuk mencapai Ngoro bisa dari arah Pandaan atau dari Arah Mojokerto. Dari arah Pandaan naik minibus jurusan Ngoro sedangan dari arah Mojokerto naik minibus menju arah Ngoro. Desa Ngoro lebih mudah dicapai lewat Mojokerto karena terletak di tikungan jalan jurusan antara Japanan, Mojosari, Kabupaten Mojokerto; persisnya di kaki Gunung Penanggungan sebelah Utara. Dari desa Ngoro kita menuju ke desa Jedong (6Km) dengan kendaraan angkutan pedesaan lalu perjalanan di teruskan menuju dusun Genting sekitar 3 Km. Masyarakat Desa Genting Sebagaian Besar penduduknya suku Madura.
Dari dusun Genting, pendaki naik ke atas memasuki hutan lindung, melewati jalan setapak menyusur ke atas, kemudian menurun dan melewati Candi wayang dan sekitar 2 km menuju puncak dengan medan yang sangat mi\nring antara 70 - 80 derajat. Jalur lewat desa Ngoro ini lebih sulit dibandingkan dengan jalur desa Jolotundo.
4.
Jalur Pandaan
Untuk mencapai Pandaan sangat mudah karena terletak di Jalan yang di lintasi Bis Malang - Surabaya.
Pemanduan dan Perijinan
Untuk melakukan pendakian ke Gunung Penanggungan terlebih dahulu minta ijin di KPH Pasuruan. Untuk mencari pemanduan ke Gunung Penanggungan bisa di cari di PPLH Seloliman dan di sini tersedia penginapan. Sebaiknya sebelum melakukan pendakian perbekalan harus di sediakan secara baik serta Peta dan kompas harus di bawa karena lereng gunung yang curam serta banyaknya jalan bercabang menyebabkan mudahnya kita tersesat
Login
Setuju Banget
gunung raung
Sebelum mendaki Gunung Raung sebaiknya persiapan logitik dan fisik perlu di persiapkan lebih matang karena kawasan Gunung Raung masih tertutup sehingga gunung ini belum banyak yang mendakinya. Bila terjadi keadaan emergensi kita bisa menghubungi masyarakat setempat.Untuk ijin pendakian kita harus ijin terlebih dahulu ke PERHUTANI daerah Sumber Wringin.
Jalur Pendakian
Untuk mencapai puncak Gunung Raung, Jalur dari arah Bondowoso-Sumber Wringin adalah jalur paling sering digunakan sebagai jalur pendakian, sedangkan jalur dari arah Banyuwangi-Bajulmati yang jarang dilalui karena medan pendakian yang cenderung menanjak dan curam. Dari arah Bondowoso kita menuju ke Wonosari dengan minibus lalu kita teruskan menuju ke desa Sukosari . Dari desa Sukasari kita teruskan ke desa Sumber Wringin dengan naik kendaraan angkutan pedesaan. Perjalanan membutuhkan waktu 1,5 jam.
Di Sumber Wringin kita turun di pasar. Dari Pasar Sumber Wringin kita menuju jalan kearah Pondok Motor yang letaknya sekitar 200 meter. Selama perjalanan dari Sumber wringin ke arah Pondok Motor (1 jam) melalui pohon - pohon pinus yang tertata rapi dan di sekitar jalan akan menjumpai beberapa pondok di ladang penduduk dan bisa di gunakan untuk istirahat. Dari Sumber Wringin bisa juga naik kendaraan tetapi jarang, hanya truk milik perkebunan kopi.
Setelah sampai di Pondok Motor akan menjumpai sebuah pondok pendaki. Dari Pondok Motor perjalanan pendakian kita mulai melewati tegalan sepanjang 0,5 Km ke arah Barat Daya,. Kemudian berjalan sekitar 30 Menit akan sampai di ketinggian 1.300 m.dpl . Dari sini perjalanan kita lanjutkan menuju ketinggian 1.600 m.dpl yang membutuhkan waktu 30 menit .
Dari ketinggian 1.600 m.dpl pendakian menuju ke Pondok Sumur (1.750 m.dpl). Perjalanan dari ketinggian 1.600 m.dpl menuju ke Pondok Sumur membutuhkan waktu 0,5 jam. Dari Pondok Sumur perjalanan mulai sulit dan tertutup semak belukar, setelah 2 jam pendakian melewati hutan cemara dan pakis - pakisan dan padang rumput, kita akan sampai di Pondok Demit dan kemudian dari Pondok Demit kita menuju ke Pondok Mantri yang memakan waktu sekitar 7 jam. Pondok Mantri merupakan perbatasan hutan dengan batuan di sekitar puncak pada ketinggian 2.900 m.dpl, disini kita bisa mendirikan tenda untuk bermalam. Dari pondok Mantri berjalan diteruskan melewati pinggir kaldera selama 1 jam akan sampai di sekitar kaldera Gunung Raung. Total pendakian dibutuhkan waktu sekitar 9 jam.dan turunnya di perlukan 5 jam.
Sesungguhnya, selain puncak Raung 3.332 m dpl masih ada puncak yang lebih tinggi lagi, namun kita tak dapat mendaki ke sana karena selain tidak ada jalan, hutannya juga terlalu lebat.
Puncak Gunung Raung merupakan kawah yang sangat luas dan sangat indah tapi jalan menuju ke puncak sangat sulit. Di puncak Gunung Raung kita bisa meyaksikan panorama kaldera Gunung Raung yang indah dan mempunyai kedalaman yang curam.
Dalam perjalanan ke puncak Gunung Raung tidak ada mata air. Sebaiknya, untuk air dipersiapkan di Sumber Wringin atau di Sumber \nLekan. Untuk mendaki Gunung Raung tidak diperlukan ijin khusus, hanya saja kita perlu melaporkan diri ke aparat desa di Sumber Wringin.
Gunung Arjuno (3.339 m dpl) adalah gunung api tua dan sudah tidak aktif, Sedangkan Gunung Welirang (3.156 m dpl), masih ada aktifitas yang ditunjukkan dengan adanya kawah belerang. Gunung Arjuno dan Gunung Welirang terletak pada satu gunung yang sama dan terletak dalam satu rangkaian dengan Gunung Anjasmoro dan Gunung Ringgit. Pada lembah-lembah diantaranya, terutama di lereng Gunung Arjuno dan Ringgit, terdapat puluhan peninggalan purbakala yang berserakan dan belum ditangani secara tuntas. Sebagian tertutup semak-belukar.
Penemuan besar terakhir terjadi pada Juni 1988, yang meliputi bangunan persajian, batu perdupaan, bangunan berundak, arca batu, wadah batu dan gua pertapaan, yang dikerjakan sekitar tahun 1400-an. Hal ini ditunjukkan dengan angka tahun 1364 Saka atau 1442 Masehi yang terpahatkan di balok batu Candi Laras atau Candi Gambir di ketinggian kurang lebih 1400 m.dpl. Coordinates: 7°45''53"S 112°35''26"E
Umumnya arca-arca yang tersebar di sekitar lereng hanya menggambarkan manusia biasa dan tidak mengikuti pedoman Ikonografi Hindu, dan tokoh-tokoh wayang tidak ditemukan di sini. Diperkirakan, peninggalan ini berasal dari jaman Majapahit, pada masa pemerintahan Prabu Sri Suhita (1429 - 1447),cucu dari Rajasanagara atau Bhre Hyang Wekasing Sukha Hayam Wuruk (1350 - 1389). Seni arsitekturnya memperlihatkan unsur lokal yang lebih dominan.Diduga, ada 2 alasan mengapa kompleks bangunan itu dibuat di pegunungan tinggi. Alasan pertama, karena berkaitan dengan kepercayaaan masyarakat setempat, dan kedua, karena terpengaruh konsep ajaran Hindu perihal persemayaman dewa-dewa di puncak gunung. Sejauh ini sudah didata 20 bangunan purbakala, tidak termasuk puluhan arca. Beberapa candi yang terkenal ialah Candi Indrokilo, Candi Manggung, Candi Sepilar dan Candi Lepek.
Jalur Pendakian
Gunung Arjuno, dapat didaki dari beberapa arah, yaitu arah Utara (Tretes) melalui Gunung Welirang, dari arah Timur (Lawang) dan dari arah Barat (Batu-Selecta).
Jalur Tretes-Welirang
Dari Surabaya kita naik bis jurusan Malang atau sebaliknya, turun di Pandaan dan ganti minibus ke jurusan Tretes. Tretes (860 m.dpl) ‘merupakan Tempat Wisata dan Hutan Wisata. Di situ juga terdapat dua air terjun yang indah, yaitu air terjun Kakek Bodo. Di Tretes banyak tersedia hotel maupun losmen, hawanya sejuk dan merupakan tempat peristirahatan yang nyaman.
Setelah mendaftar di Pos PHPA Tretes, yang terletak dibelakang Hotel Surya, kita dapat langsung mendaki Gunung Welirang dan juga Gunung Arjuno. Kita dapat menjumpai sungai kecil dipertengahan antara Tretes dan Pondok Welirang (terdapat Shelter). Setelah berjalan sekitar 4 - 5 jam ke arah barat daya dari Tretes, melewati hutan tropika Lali Jiwo, kita dapat berhenti dan bermalam di Pondok Welirang. Di tempat istirahat para penambang biji belerang ini, kita dapat mengambil air dan memasak atau mandi, karena air cukup melimpah. Hampir setiap hari sekitar 20 - 30 orang buruh mencari dan membawa batu belerang ke Tretes, yang merupakan pemandangan unik.
Besok paginya kita dapat mulai mendaki, dan kira-kira 45 menit perjalanan kita jumpai jalan bercabang, kekiri ke arah Gunung Arjuno, atau lurus langsung kearah ke puncak Gunung Welirang. Dari pondok sampai ke puncak Gunung Welirang ini kita melewati hutan Cemara dan kita akan kita akan sampai di puncak G. Welirang setelah perjalanan 3 - 4 jam. Jalur pendakian dari Tretes sampai Gunung Welirang merupakan jalan berbatu yang tertata rapi , tetapi merupakan siksaan tersendiri untuk perjalanan turun.
Dari Puncak Gunung Welirang, yang ditandai dengan batu besar, kita bisa menyaksikan pemandangan menarik kearah Selekta, Tretes dan kaki-kaki langit di Selat Madura. Di bawah puncak Gunung Welirang ada dua kawah berwarna kekuningan yang menyemburkan gas beler\nang; Kawah Jero yang besar dan lebih dalam dan Kawah Plupuh. Bijih belerang di Kawah Jero inilah yang ditambang secara tradisional. Bila kemalaman kita bisa berteduh di gua-gua disekitar Puncak. Bagi yang tidak tahan aroma belerang sebaiknya tidak berlama-lama berada disekitar Puncak dan kawah, karena akan menyebabkan pening. Perlu waktu 3 - 4 jam untuk turun ke Tretes dari Puncak G. Welirang.
Bila kita akan melanjutkan perjalanan menuju Gunung Arjuno, dari Puncak Gunung Welirang kita berjalan turun ke arah Selatan, dan melalui hutan cemara dengan melewati satu jurang dan lembah Gunung Kembar I dan Gunung Kembar II, dimana kita dapat jumpai beberapa lubang sumur (luweng) didekat jalur, yang sering digunakan untuk menjebak Rusa. Selanjutnya kita akan melalui Sawahan Bakal (2.626 m.dpl), berupa padang rumput dimana sering dijumpai Rusa dan Kijang.
Setelah berjalan 5 - 6 jam, kita akan sampai di puncak tempat yang dinamakan Pasar Dieng, yang ketinggiannya hampir sama dengan puncak Gunung Arjuno, dimana terdapat batu-batu yang sebagian tersusun rapi seperti pagar dan tanahnya rata agak luas. Perlu 30 menit perjalanan melewati satu puncak lagi, sebelum kita sampai di Puncak G. Arjuno yang ditandai dengan batu-batu besar.
Puncak Gunung Arjuno anginnya sangat kencang dan suhunya antara 5 - 10 derajat. Di sini kita dapat menikmati panorama yang sangat indah terutama bila malam hari, kita dapat melihat ke bawah kota-kota seperti Surabaya, Malang, Batu, Pasuruan, serta Laut Jawa dengan kerlipan lampu-lampu kapal, juga Puncak Gunung Semeru dan semburan asapnya. Puncak Gunung Arjuno disebut juga dengan "Puncak Ogal-agil". Setelah berkemah di puncak, besok paginya kita dapat turun ke kota Lawang ke arah Timur dengan melewati hutan cemara, hutan tropis dan perdu, setelah itu kita akan melewati Perkebunan Teh Wonosari bagian Utara. Turun ke arah Lawang lebih dekat dan menyingkat waktu, daripada kembali ke arah Gunung Welirang/Tretes. Perjalanan turun ke arah Lawang kurang lebih 6 jam.
Jalur Timur, Lawang
Mendaki Gunung Arjuno dari kota Lawang merupakan awal pendakian yang praktis karena kota Lawang mudah sekali kita tempuh baik dari arah Surabaya maupun Malang, selain itu Puncak Gunung Arjuno dapat langsung kita capai dari arah ini.
Dari arah Surabaya kita naik bis jurusan Malang dan turun di Lawang (76 km). Bila kita dari Malang, maka kita naik dari Terminal Arjosari dengan menggunakan bis atau minibis menuju Lawang, jaraknya 18 km. Dari Lawang kita naik kendaraan umum (angkutan pedesaan) menuju desa Wonorejo sejauh 13 km. Pendakian ke puncak, dimulai dari desa ini menuju ke Perkebunan Teh Wonosari sejauh 3 km. Di sini kita melapor pada petugas PHPA dan juga meminta ijin pendakian, persediaan air kita persiapkan juga di desa terakhir ini.
Dari desa Wonosari terus berjalan dan melewati Perkebunan Teh Wonosari serta terus naik selama 3 - 4 jam perjalanan kita akan sampai di Oro-Oro Ombo yang merupakan tempat berkemah. Dari Oro-oro Ombo menuju ke puncak dibutuhkan waktu 6 - 7 jam perjalanan dengan melewati hutan lebat yang disebut Hutan Lali Jiwo. Dari sini kita akan melalui padang rumput yang jalannya menanjak dan curam sekali. Mendekati puncak, kita akan berjalan melewati batu-batu yang sangat banyak dan menyerupai taman yang sangat indah, setelah itu kita akan mencapai puncak Arjuno.
Dari arah Barat, Sumber Brantas-Batu
Jalur pendakian dari arah Batu, yang terletak di sebelah barat Gunung Welirang, juga merupakan jalur yang menarik dan menyenangkan. Kota Batu, keadaannya tidak berbeda jauh dengan Tretes, merupakan kota wisata memiliki panorma yang menarik, dengan berbagai fasilitasnya. Batu, disebut juga Kota Apel, dan mendapat julukan Swiss-nya Jawa, terletak dilembah Gunung Panderman dan lereng Gunung Arjuno, memiliki kawasan wisata dengan sumber air hangat di Songgoriti. Untuk menuju Batu dari arah Kediri atau Malang kita dapat naik bis/colt, selanjutnya dilanjutkan dengan minibus dari Batu menuju Desa Sumber Brantas lewat Selecta.Kita bisa berhenti di Selecta, yang juga merupakan kawasan wisata yang ternama, terletak pada ketinggian 1.200 m.dpl, hawanya sejuk dan tersedia sarana wisata yang menyenangkan, kolam renang dan taman bunga, juga pasar buah dan sayur segar. Di Selecta, banyak tersedia hotel maupun losmen dimana kita dapat bermalam. Fasilitas telpun terakhir ada di Selecta ini.
Di Desa Sumber Brantas (1.600 mdpl) terdapat mata air yang merupakan sumber dari Sungai Brantas yang mengalir ratusan kilometer, yang merupakan darah bagi lahan pertanian di Jawa Timur. Di mata air ini kita harus menyiapkan air secukupnya untuk perjalanan ke puncak dan kembalinya. Dari Sumber Brantas, mengikuti jalan aspal kearah Pacet -Mojokerto sejauh 8 km, kita akan sampai di Cangar yang merupakan kawasan Taman Hutan Rakyat Suryo yang sedang dikembangkan fasilitasnya, untuk menikmati mandi air panas alami dari kaki Gunung Welirang.
Di Desa Sumber Brantas kendaraan umum biasanya menurunkan kita di Pos KSDA, tetapi kita bisa minta turun (dengan perjanjian) di ujung desa. Sebelum pendakian, kita harus mendaftar kepada Petugas KSDA. Dari ujung desa, kita memulai pendakian selama 2 jam, dengan melewati jalan berbatu yang menanjak dan ladang sayuran ke arah Timur Laut, sampai ke tepi Hutan Lali Jiwo sebelah barat. Dalam perjalanan ini, samar-samar akan terlihat puncak Arjuno. Untuk menyingkat waktu, kita bisa juga menyewa Jeep di desa Sumber Brantas ini, untuk mengantarkan kita sampai akhir kebun sayur di tepi hutan.
Setelah pendakian 4 jam lagi melintasi hutan tropika yang lebat Lali Jiwo, kita akan sampai di punggungan gunung yang menghubungkan puncak Gunung Welirang dan Gunung Arjuno, tepatnya sebelah Tenggara Gunung Kembar I. Disini terdapat persimpangan, kearah kiri untuk menuju puncak Gunung Welirang selama 2-3 jam dan ke arah kanan menuju Gunung Arjuno selama 4 - 5 jam.
Perjalanan mendekati Puncak Gunung Welirang dilereng sebelah barat, kita akan dapat menyaksikan padang Bunga Edelweis dan Mentigi yang berdaun kemerah-merahan, pemandangan yang menarik in tak akan dijumpai di jalur lain. Di sepanjang perjalanan kita akan sering menjumpai Rusa, Kijang, Tupai Terbang , Lutung juga Burung-burung yang terlihat jinak.
Di Hutan Lali Jiwo (Lali=Lupa, Jiwo=Jiwa/Pikiran), kita harus hati-hati karena mudah tersesat, dan ada pantangan bahwa kita tidak boleh membicarakan sesuatu yang tidak sopan atau bersikap sombong.
MAHAMERU
Mahameru, adalah sebutan terkenal dari puncak Gunung Semeru dengan ketinggian ± 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl), menempatkan diri sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa. Gunung Semeru termasuk salah satu dari gunung berapi yang masih aktif di Jawa Timur, terletak diantara wilayah Administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang dengan posisi geografis antara 7°51’ - 8°11’ Lintang Selatan, 112°47’ - 113°10’ Bujur Timur.
Puncak Gunung Semeru (Mahameru) dapat terlihat dengan jelas dari Kota Malang dan beberapa tempat lainnya dengan bentuk kerucut yang sempurna, tapi pada kondisi yang sebenarnya di puncak berbentuk kubah yang luas dengan medan beralun disetiap tebingnya. Kawah Jonggring Saloko pada tahun 1913 dan tahun 1946 mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava kebagian selatan daerah Pasirian, Candipura dan Lumajang.
Gunung Semeru adalah bagian termuda dari Pegunungan Jambangan tetapi telah berkembang menjadi strato-vulkano luas yang terpisah. Aktivitas material vulkanik yang dikeluarkannya berupa Letusan abu, lava blok tua dan bom lava muda, Material lahar vulkanik bercampur dengan air hujan atau air sungai, Letusan bagian kerucut yang menyebabkan longsoran, Pertumbuhan lambat/berangsur dari butiran lava dan beberapa kali guguran lahar panas.
Formasi geologi Gunung Semeru merupakan hasil gunung api kwarter muda, dengan jenis batuan terdiri dari : abu pasir/ tuf dan vulkan intermedian sampai basis dengan fisiografi vulkan serta asosiasi andosof kelabu dan regosol kelabu dengan bahan induk abu/pasir dab tuf intermedian sampai basis. Bentuk struktur geologi menghasilkan batuan yang tidak padat dan tidak kuat ikatan butirannya, mudah tererosi dimusim penghujan.
Jenis tanahnya adalah regosol, merupakan segabungan tanah dengan sedikit perkembangan profil dengan sedikit perkembangan profil dengan solum dangkal, tipis pada bahan induk kukuh. Pada umumnya ditempat tinggi lainnya, daerah sepanjang route perjalanan dari mulai Ranu Pane (2.200 m dpl) sampai Puncak Semeru mempunyai suhu relatif dingin. Suhu rata-rata berkisar antara 30C–80C pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 00C–120C kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan es yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau dan sebaliknya.
Dinginnya suhu disepanjang route perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam tetapi didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menjadi udara semakin dingin. Berdasarkan topografi kawasan secara makro, pada tiupan angin membentuk pola yang tidak menentu dalam arti dominasi arah angin sulit ditentukan selalu berubah-ubah. Bentuk topografi yang dilingkari oleh tebing tinggi sekitar 200-500 meter sebenarnya memungkin dapat menahan arus kecepatan angin, tetapi karena banyak celah/lorong tebing tersebut, maka arus angin tidak tertahan bahkan melaju dengan kecepatan yang lebih cepat.
Topografi dan Iklim
Bentuk topografi yang berupa cekungan sering terjadi angin siklus. Angin yang bertiup dikawasan ini berkaitan erat dengan pola angin disekitarnya, yaitu Angin tenggara atau angin Gending, Angin timur laut dan Angin barat laut.
Kecepatan angin yang terjadi cukup kuat antara 8–30 knots, dimana saat musim angin kencang banyak dijumpai pohon tumbang. Angin ini bertiup antara bulan Desember – Pebruari, dan untuk mencegah bahaya disarankan agar wisatawan/pengunjung tidak melakukan pendakian ke gunung semeru.Merupakan hal yang biasa bila terjadi kabut sepanjang route perjalanan pendakian pada pagi hari dan sore hari sampai malam hari. Didaerah Ranu Kumbolo dan Kalimati sebagai tempat untuk menginap/bermalam selalu ditutupi kabul yang tebal.
Keberadaan kabut yang terjadi didua tempat tersebut selain dinginnya suhu udara (proses kondensasi udara), juga angin yang bertiup didaerah tersebut sambil membawa kabut. Khusus di daerah Ranu Kumbolo dengan adanya danau yang cukup luas menjadi pendukung pembentukan kabut karena proses penguapan air danau.
Secara umum keadaan iklim di wilayah gunung Semeru dan sekitarnya termasuk type iklim B (Schmidt & Ferguson) dengan curah hujan antara 927 mm – 5.498 mm pertahun dan hari hujan 136 hari/tahun. Musim hujan jatuh sekitar bulan Nopember–April. Suhu udara di puncak Gunung Semeru pada bulan – bulan tersebut berkisar antara 2 derajat celcius – 4 derajat celcius.
Vegetasi dan Keanekaragaman Hayati
Vegetasi yang berada di wilayah Gunung Semeru dan sekitarnya yang termasuk dalam Zona Sub Alfin di dominir oleh jenis pohon Cemara Gunung (Casuarina Junghuhniana), Jumuju (Podocarpus sp), Mentigi (Vacinium varingifolium), Kemplangdingan (Albazialophanta) dan Akasia(Accasia decurrens).
Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominasi oleh Alang – alang (Imperata Cylindrica), Kirinyuh (Euphatorium odoratum), Tembelekan (Lantana camara), Harendong (Melastomo malabathicum) dan Edelwiss putih (Anaphalis javanica). Pada lereng – lereng yang curam menuju puncak Semeru sekitar Arcopodo dijumpai jenis paku-pakuan seperti Gleichenia volubilis, Gleichenia longisulus dan beberapa jenis anggrek endemik yang hidup di wilayah Semeru selatan.
Disekitar Gunung Semeru pada ketinggian lebih dari 3.100 meter dari permukaan laut, kondisinya merupakan batuan, pasir dan abu tanpa vegetsi sama sekali. Kehidupan fauna yang terdapat di sekitar Gunung Semeru sangat terbatas, baik jumlah maupuan jenisnya yang terdiri dari beberapa jenis burung, primata dan satwa liar lainnya, antara lain Macan Kumbang (Panthera pardus), Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus Javanica) dan lain – lain. Di Ranu Kumbolo terdapat Belibis (Anas superciliosa) yang masih hidup liar.
Rute Pendakian
Pada bulan-bulan libur sekolah, pendakian menuju Gunung Semeru bakal rame. Ranu Kumbolo yang menjadi favorit para pendaki dan sekaligus sebagai camp sementara untuk istirahat sebelum menuju puncak akan berubah menjadi perkampungan baru para pendaki dari berbagai penjuru. Untuk Menuju daerah awal pedakian kita bisa mengunakan dua jalur yaitu dari arah Senduro – Lumajang dan Tumpang-Malang.
Jalur Senduro–Lumajang
Jalur ini relatif sepi bagi pendakian karena belum begitu terkenal di kalangan pendaki, Akses transportasi juga masih agak susah dijumpai untuk menuju ke Ranu Pani dari Senduro. Bila kita melewati jalur sini kita bisa menikmati hutan hutan yang masih relatif alami dan tempat persembahyangan agama hindu di Senduro yang merupakan pura terbesar di Jawa. Dari Senduro ke Ranupani membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam perjalanan bermotor. Dari setelah tiba di Ranupani perjalanan sama dengan jalur Tumpang –Malang.
Jalur Tumpang - Malang
Pendakian dari arah Malang merupakan jalur favorit karena ketersedian akses tranportasi dan akomodasi yang mudah di dapat. Kota malang yang merupakan kota yang memiliki banyak panorama alam yang indah serta tempat tujuan wisata yang mudah dicapai. Kota yang dijuluki sebagai tempat belajar yang nyaman ini memungkinkan kita berkunjung ke pencinta alam salah satu perguruan tinggi yang terdapat di kota ini.
Dari Kota Malang perjalanan di lanjutkan menuju ke Tumpang via Terminal Arjosari dengan Angkot selama + 30 menit. Di Tumpang kita bisa langsung naik jeep dengan tarif berkisar Rp.15.000 sampai 25.000,- atau Truk yang menuju ke Ranupani. Disini kita bisa juga bermalam di tempat pemilik jeep bila kita kemalaman dan besoknya melanjutkan perjalanan. Logistik bisa di dapat di sini serta sarana telepon juga sudah banyak.
Dari Tumpang perjalanan dilanjutkan ke Ranu pani dengan melewati Gubuklakah, yang merupakan Desa penghasil apel lalu Ngadas, Tempat Suku tengger bermukim serta Jemplang–Bantengan ( Disini pemandangan ke Gunung Bromo nampak bagaikan hamparan permadani bila awal musin hujan mulai atau akan berahkir) . Perjalanan Tumpang ke Ranu pani membutuhkan waktu sekitar 4–5 jam.
Ranu Pani (2000 m dpl) adalah sebuah dusun terahkir perjalanan bermotor dengan luas 279 Ha. Ditempat ini terdapat Pos Pemeriksaan Pendaki Gunung dan fasilitas yang ada berupa Pondok Pendaki, Pondok Penelitian, Pusat Informasi dan Kantor Resort, Wisma Cinta Alam, Wisma tamu dan Bangunan Pengelola.
Ditengah perkampungan Ranu Pani terdapat Danau (Ranu) Pani yang merupakan kawasan wisata yang mengasikan. Aktivitas memancing dan berjalan mengelilingi danau merupakan pengalaman yang terkesan. Dari Ranu Pani bila kita berjalan menyusuri jalan setapak lurus akan sampai di Ranu Regulo. (15 menit). Di Pos Ranu Pani kita juga dapat melakukan proses perijinan tetapi lebih baik perijinan dari kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jl. Raden Intan No. 6 Malang 65100 telp. 0341 – 491828.
Dari Ranu Pani perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan beraspal sepanjang ½ kilometer menuju jalan setapak pendakian menuju ke Ranu Kumbolo (2.390 m dpl). Melewati tanah pertanian daerah Watu Rejeng perjalanan menanjak di mulai. Disekitar perjalanan jalan ada yang tertutup oleh pohon tumbang/roboh ke jalan sehingga sesekali kita merayap di bawah tumbuhan rubuh. Nuansa perjalanan banyak dijumpai penduduk yang mencari kayu bakar serta burung di sepanjang route perjalanan.
Jarak dari Ranu Pani ke Watu Rejeng sekitar 5 Km dengan waktu temput 90 menit. Lalu untuk sampai di Ranu Kumbolo membutuhkan waktu 90 menit dengan jarak 5 km. dan di Ranu Kumbolo kita bisa bermalam. Total Perjalanan dari Rani Pani Ke Ranu Kumbolo 3–4 jam perjalanan dengan jarak sekitar 10 Km.
Ranu Kumbolo (2.390 m dpl) merupakan lembah dan terdapat danau/ranu yang luasnya 12 ha. Daerah ini tempat peristirahatan yang memiliki pemandangan dan ekosistem dataran tinggi yang asli. Panorama alam di pagi hari akan lebih menakjubkan berupa sinar matahari yang terbit dari celah – celah bukit menunjukan warna – warni yang membuat di sekitar danau berwarna kemerah–merahan dan kekuningan, ditambah uap air diatas danau seakan-akan keluar dari danau tersebut. Fasilitas yang terdapat disini berupa Pondok Pendaki dan MCK untuk istirahat dan memasak serta berkemah. Di daerah ini terdapat Prasasti peninggalan jaman purbakala dn diduga merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Dari Ranu Kumbolo kita bisa menuju ke Pangonan Cilik yang merupakan sebuah nama untuk kawasan padang rumput yang terletak di lembah Gunung Ayek-Ayek yang terletak tidak jauh dari Ranu Kumbolo. Asal usul tersebut oleh masyarakat setempat dikarenakan kawasan ini mirip dengan padang penggembalaan ternak (pangonan). Daya tarik dari kawasan ini merupakan lapangan yang relatif datar ditengah-tengah kawasan yang disekitarnya dengan konfigurasi berbukit-bukit gundul yang bercirikan rumput sebagai type ekosistem asli, sehingga memberikan daya tarik tersendiri untuk dikunjungi.
Setelah dari Ranu Kumbolo perjalanan diteruskan ke Kalimati. Melewati Tanjakan Cinta, yang merupakan tanjakan yang lumayan memeras tenaga dan diteruskan melewati Savana Oro-oro ombo (30 menit). Daerah ini merupakan padang rumput luasnya + 100 Ha berada pada sebuah lembah yang dikelilingi bukit–bukit gundul dengan tipe ekosistem asli tumbuhan rumput, lokasinya berada dibagian atas tebing yang bersatu mengelilingi Ranu Kumbolo. Padang rumput ini mirip sebuah mangkuk dengan hamparan rumput yang berwarna kekuningan, kadang – kadang pada beberapa tempat terendam air hujan.
Perjalanan diteruskan ke Cemoro Kandang memerlukan waktu sekitar 3–4 jam perjalanan pendakian dan diteruskan melewati Padang Rumput–Jambangan dan menuju ke Kalimati. Di sini kita dapat bermalam dengan fasilitas Pondok pendaki dan kebutuhan air untuk memesak dapat diambil dari Sumber Mani ( 15 Menit). Perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati memerlukan waktu sekitas 4-5 jam perjalanan pendakian.
Setelah dari Kalimati kita menuju ke Arcopodo (2-3 jam). Arcopodo merupakan daerah yang berada dilereng puncak Gunung Semeru dan dapat digunakan untuk mendirika tenda gumn mencapai puncak Mahameru. Pagi hari setelah bermalam dari Kalimati atau Arcopodo perjalanana pendakian kita lanjutkan menuju ke puncak Jonggring Saloko dengan melewati tanah berpasir dengan kemiringan hampir 60 – 70 derajat. Diperlukan kewaspadaan khusus dalam melewati medan ini karena banyak batu – batu yang longsor oleh angin atau pendaki di atas kita. Perjalanan Arcopodo ke Puncak membutuhkan waktu 3-4 jam perjalanan pendakian.
Puncak Mahameru atau Puncak Jonggring Saloko memiliki keunikan pada setiap 10 – 15 menit sekali menyemburkan abu dan batuan vulkanik yang didahului semburan asa berwarna hitam kelam membumbung tinggi ke angkasa raya seakan – akan menyelimuti seluruh puncak. Suhu di puncak Mahameru kadang–kadang 0–4 derajat celcius yang disertai kabut yang tebal dan badai angin.
Apa Itu Blog?
Apa itu Blog?
Blog adalah kependekandai weblog, isilah yang pertama kali di gunakan oleh john barger pada bulan desember 1997. john bargermenggunakan istilah weblog untuk menyebut kelompok website pribadi yang slalu di update secara kontinu dan berisis link-link ke website lain yang mereka anggap menarik dan di sertai komentar-komentar mereka sendiri. Blog kemudian berkembang mencari bentuk sesuai dengan para pembuatnya atau para blogger.
blog yang pada mulanya merupakan "catatan perjalanan" seseorang di internet, yaitu link ke website yang dikunjungi dan di anggap menarik, kemudian menjadi jauh lebih menarik dari pada sebuah daftar link. hal ini di sebabkan karena para blogger biasanya juga tidak lupa menyematkan komentar komentar "cerdas" mereka, pendapatpendapat pribadi dan bahkan mengekspresikan sarkasme mereka pada link yang mereka buat